BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Gereja Katoloik
Roma adalah salah satu instutusi religius yang tidak terlepas dari aturna-aturan.
Salah satu aturan gereja yang memikat adalah sakramen. Ajaran gereja mengenai
sakramen diakui sebagai satu ajaran yang akurat dimana sakramen itu sacral dan
suci. Sakramen merupakan tanda keselamtan yang diberikan kangsung oleh Allah
kepada manusia. Terdapat 7 macam sakramen dalam gereja katolik yakni sakramen
permandian, sakramen ekaristi, sakramen khrisma, sakramen tobat, sakramen
perkawinan, sakramen minyak suci dan sakramen imamat. Dari ketujuh sakramen
tersebut yang di anggap paling utama dari yang utama adalah sakramen ekaristi.
Karena dalam ekaristi umat melaksanakan apa yang telah dilakukan oleh yesus
bersama para muruidNya. Hal ini terjadi pada saat perjamuan malam terakhir
sebelum penderitaan Yesus sampai pada kematian.
Dalam Sakramen Ekaristi roti dan anggur yang kurbankan
oleh imam di yakini sebagai tubuh dan darah kristus yang utuh. Peristiwa ini
berdasarkan pandangan Umat Kristiani, tidak diragukan kebenarannya karena mempunyai dasar alkitabiah yang sangat jelas
yakni :
“ Dan ketika mereka sedang makan , Yesus
mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada
murid-muridNya sambil berkata : Ambilah dan makanlah inilah tubuh-Ku. Sesudah
itu Ia mengambil cawan mengucap syukur
lalu memberikannya kepada mereka lalu berkata :” minumlah kamu semua dari cawan
ini. sebab inilah darah-Ku , darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak
orang untuk pengampunan dosa.” ( bdk. Matius 26 :26-29 ; Luk 22 : 14-23 ; Yoh
6 : 25-29 ; I kor 11 :17-33 )
Karena
begitu sakralnya sakramen ekaristi, telah disinggung bahwa hanya orang-orang tertabislah ( imam) yang
boleh mempersembahkan ekaristi. Orang itu secara liturgis di pilih secara
khusus oleh Tuhan untuk menatapkan ekaristi sekaligus sebagai pewarta
sabda-Nya. Lalu siapakah imam itu ? dan dari mana asalnya? Imam adalah seorang
pria dari keluarga Katolik yang sudah dibabtis secara katolik, dewasa dan dapat
menerima sakramen thabisan secara sah. Thabisan merupakan salah satu sakramen
yang diciptakan oleh Yesus pada saat penetapan perjamuan malam terakhir. Boleh
dikatakan bahwa dua sakramen gereja yang sacara tidak langsung diciptakan
sacara bersamaan adalah sakramen ekaristi dan imamat. Oleh karena itu
penthabisan adalah sakramen yang dengannya seseorang dijadikan uskup, imam dan diakon.
Sehingga penerimaan sakramen ini dibuktikan sebagai citra Kristus. Hanya
uskuplah yang boleh memberikan sakramen ini.[1]
Namun
dewasa ini , dalam hidup menggereja muncul berbagai macam pertanyaan dalam
pikiran umat. Pertanyaan –pertanyaan ini bahkan menimbulkan pertentantangan di
antara umat kristiani. Contoh pertanyaan –pertanyaan itu seperti kuasa imam
dalam menyucikan sakramen-sakramen khususnya, dalam sakramen ekaristi lalu
muncul konsep realistis yang terjadi dimana ada dasar pembatasan imamat hanya
untuk kaum pria .
Problema di atas merupakan masalah
real yang di hadapi oleh umat dewasa ini. oleh karena itu bertolak dari masalah
tersebut penulis tergerak hati untuk menuliskan sebuah karya tulis yang
sederhana kepada para pembaca dengan judul “ Hakekat Dasar Sakramen Ekaristi dan
Sakramen Imamat.” Dalam karya tulis ini
penulis menjelaskan secara singkat mengenai masalah tersebut. Semoga karya
tulis sederhana ini dapat menjawabi masalah –masalah yang masih berada di dalam
pikiran para pembaca sekalian.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang penulisan tersebut penulis
menemukan beberapa masalah yang perlu dibahas
yakni :
1.
Hakekat dasar dari Sakramen Imamat dan Sakramen Ekaristi
2. Bagaimana dapat
memberikan dan menerimakan Sakramen Imamat
3.
Mengapa hanya kaum terthabis yang dapat menetapkan Perayaan Ekaristi
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan karya ini adalah untuk menjelaskan kepada para pembaca mengenai hakekat dasar dari sakramen imamat dan
sakramen ekaristi, bagaimana dapat memberikan dan menerima sakramen ekaristi,
lalu mejelaskan pula mengenai masalah hanya kaum terthabis yang dapat
menetapkan perayaan eskaristi.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari
penulisan karya tulis ini adalah Memberikan pengetahan yang mendasar kepada
umat katolik mengenai arti dan seluk –belul sakramen ekaristi dan imamat ,
sehingga tidak menimbulkan kelasalahpahaman dalam kehidupan menggereja.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sakramen
1. Arti Etimologis
Kata sakramen berasal dari bahasa Latin :
a. "Sacramentum" yang artinya hal-hal yang berkaitan dengan ilahi, membuat suci, penggunaan suci, mempersembahkan kepada dewa-dewa.
Sakramen juga berarti tanda keselamatan
Allah yang diberikan kepada manusia.
b. “ Musterion,
“ketetapan-ketetapan yang diberikan tekanan atau perhatian khusus” (dalam Vulgata, berarti, ketetapan yang Yesus
berikan tekanan khusus); Kedua kata tersebut dipakai –dalam budaya Helenis-
sebagai :
(1.) Uang muka yang dibayar dua belah pihak yang mengadakan perkara di pengadilan.
(2.) Sacrementuentum, merupakan
jaminan bahwa pihak yang kalah sudah membayar kepada pengadilan semua ongkos perkara. Uang
tersebut tidak akan dikembalikan.
(3.) Sumpah tentara kepada panglima. Seorang prajurit tetap setia kepada
panglimanya, bahkan sampai mati demi bangsa dan negaranya.[2]
2. Arti
Leksikal
1. Kamus Teologi
Sakramem adalah : Tanda
kelihatan yang diadakan oleh Kristus yang menyatakan dan menyampaikan rahmat.[3]
3.
Menurut Para Bapa Gereja
a. St.
Agustinus
(1.) Tanda-tanda
yang kelihatan dari yang tidak kelihatan dari suatu hal suci; atau wujud yang kelihatan dari rahmat yang
tidak kelihatan; Firman yang kelihatan.
(2.) Tanda dan
materei yang kelihatan dan suci yang ditentukan oleh Tuhan Allah, menjelaskan
bahwa segala sesuatu yang dijanjikan-Nya supaya iman kita dikuatkan.
(3.) Ditetapkan Tuhan Allah untuk menguatkan persekutuan sesama anak-anak
Allah. Sakramen memberikan anugerah dan mengu-dusan seseorang. Cara untuk
mempersatukan seseorang manusia dengan Kristus, dan mempertahankan persatuan
itu.
b. St. Ambrosius.
Memandang
santapan sakramental sebagai benar-benar tubuh dan darah Yesus. Prinsip yang
membuat itu adalah Sabda Kristus. Sabda Kristus ini menyebabkan
suatu perubahan (consecratio, mutatio) dari roti dan anggur
menjadi tubuh dan darah Kristus.[4]
B. Macam – macam
Sakramen dalam Gereja Katolik
1. Sakramen Permandian Sakramen Pembaptisan adalah sakramen pertama yang diterima.
Umat beriman wajib menerima Pembaptisan sebelum menerima
sakramen-sakramen yang lain.
2. Sakramen Tobat
Sakramen Tobat disebut juga Sakramen
Pengakuan atau Sakramen Rekonsiliasi. Kristus memberikan kuasa kepada para
Rasul untuk mengampuni dosa atas nama-Nya, dan para Rasul meneruskan kuasa
tersebut kepada penerus-penerus mereka, yaitu para Uskup dan Imam. Sakramen
Tobat mengampuni dosa-dosa yang dilakukan setelah Baptis.
3. Sakramen Ekaristi Sakramen Ekaristi disebut juga
Sakramen Maha Kudus atau Komuni Kudus. Ekaristi bukanlah sekedar lambang
belaka, tetapi adalah sungguh Tubuh, Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an Yesus Kristus.
4. Sakramen Penguatan
Sakramen
Penguatan disebut juga Sakramen Krisma. Sakramen Penguatan menjadikan Umat
dewasa secara rohani dan menjadikan kita saksi-saksi Kristus. Penguatan hanya
diterimakan satu kali untuk selamanya namun meninggalkan meterai rohani yang
tidak dapat dihapuskan.
5. Sakramen Pengurapan Orang Sakit
Sakramen
Pengurapan Orang Sakit biasanya diberikan kepada orang yang berada dalam
sakratul maut atau orang yang bersiap menghadapi kematian. Sakramen ini bisa
diterimakan berkali-kali dalam kondisi tertentu.
6. Sakramen Perkawinan Sakramen
ini, dengan kuasa Allah, mengikat seorang pria dan seorang wanita dalam suatu
kehidupan bersama dengan tujuan kesatuan (kasih) dan kesuburan (lahirnya
keturunan). Perkawinan tidak terceraikan, mengikat seumur hidup (1Kor 7:10-11, 39, Mat 19:4-9).
7. Sakramen Imamat
Sakramen
Imamat disebut juga Sakramen Tahbisan. Acuan Sakramen Imamat Tahbisan memungkinkan
para Rasul Kristus dan penerus-penerus mereka untuk menerimakan
Sakramen-sakramen. Ada tiga jenjang Sakramen Tahbisan: diakon, imam, dan uskup.
Hanya para imam dan uskup yang boleh menerimakan Sakramen Pengakuan serta
mempersembahkan Kurban Misa. [5]
C. Hakekat dasar Sakramen Ekaristi
dan Sakramen Imamat
1. Sakramen Ekarsti
Sakramen
Ekaristi adalah sakramen utama. Ia adalah puncak dan sumber seluruh hidup Kristiani dan sakramen-sakramen
lainnya, begitu juga semua pelayanan gerejani dan karya kerasulan, berhubungan
erat dan terarah kepadanya. Karena dalam Ekaristi tercakup seluruh kekayaan
rohani Gereja, yakni Yesus Kristus sendiri. Tujuan dari Sakramen Ekaristi ini
adalah memberikan kita tubuh dan darah Yesus Kristus sebagai santapan
spiritual. Ini sesuai dengan ajaram Konsili Vatikan II yang menyebut Ekaristi
bahkan dikatakan bahwa sakramen-sakramen lainnya berhubungan erat dengan
Ekarisiti dan terarah padanya (PO 5; UR 22) maka dapat dikatakan bahwa perayaan
Ekarisit itu pelaksanaan diri Gereja di bidang liturgis.[6]
“ Sakramen Ekaristi mengandung dua dimensi,
yaitu dimensi Ilahi: menghubungkan masing-masing orang secara pribadi dengan
Allah; dan dimensi gerejawi: menghubungkan umat satu sama lain, dan menjadikan
kita peserta daslam gereja.”( Gerald. 1996 : 64 ) terlepas dari kedua dimensi
tersebut Sakramen Ekaristi memiliki aneka ragam nama. Dan dari setiap nama
menunjukkan kepada aspek-aspek tertentu dari Sakramen tersebut. Hal ini
dikemukakan oleh J.A.Jungman SJ ( 1962 : 52 ) sebagai berikut :
“ 1.Ekaristi;
karena ia merupakan ucapan syukur / terimakasih kepada Allah. Kata Eucharistein
menunjuk pada pujian bangsa Yahudi yang memuliakan karya Allah: penciptaan,
penebusan dan pengudusan.
2. Perjamuan
Tuhan; karena ia menyangkut perjamuan malam, yang diadakan Tuhan
bersama murid-muridNya sebelum peristiwa paskah, sekalugus menyangkut
antisipasi perjamuan Anak Domba di Yerusalem Surgawi.
3. Pemecahan Roti; ini adalah ritus khas pada perjamuan
Yahudi, yang dilakukan juga oleh Yesus pada waktu makan: memberkati roti dan
membagi-bagikannya.
4. Perhimpunan
Ekaristi; karena Ekaristi dirayakan dalam perhimpunan umat beriman,
dimana Gereja dinyatakan secara kelihatan
5.
Kenangan; akan kesengsaraan dan kebangkitan Tuhan.
6. Kurban Kudus; karena
ia menghadirkan kurban tunggal Kristus sekaligus mencakup penyerahan diri
Gereja. Ia menyempurnakan dan melebihi kurban Pernjian Lama.
7. Liturgi Kudus dan Ilahi;
kerana seluruh liturgi Gereja berpusat padanya.
8. Komuni; karenadi dalamnya kita menyatukan diri dengan
Kristus, yang mengundang kita untuk mengambil bagian dalam Tubuh dan DarahNya,
supaya kita membentuk satu tubuh (bdk. 1 Kor 10:16-17).
9. Misa Kudus; karena liturgi dimana misteri keselamatan
dirayakan berakhir dengan pengutusan umat beriman, supaya melaksanakan kehendak
Tuhan di dalam kehidupannya sehari-hari.”
Pokok
perayaan Ekaristi adalah Doa Syukur Agung dan komuni, sebagai partisipasinya
doa ini hanya dilakkukan oleh seorang Imam. Disamping itu berkembanglah banyak
doa dan upacara lain yang mendukung dan memeriahkan perayaan. Dalam perayaan
ekarisiti kedua hal itu tidak hanya menjadi satu, melainkan secara bertahap.
Konsili
vatikan II tidak memberikan banyak penjalasan atau ajaran mengenai Ekaristi.
Ajaran resmi gereja mengenai Ekaristi berasal dari Konsili Terente (
1545-1563). Konsili Terenta hanya berbicara mengenai dua hal saja, yakni kehadiran Kristus dalm Ekaristi. Ajaran
Terente mengenai Kehadiran Kristus dalam Ekaristi berbunyi : “ Dalam Sakramen Ekaristi yang mahakudus ada secara sungguh,
riil, dan substansial, tubuh dan darah Kristus , bersama dengan jiwa dan ke
–allahanNya, jadi seluruh Kristus. Tidak “ tinggal substansi roti dan anggur
bersama tubuh dan darah Tuhan kita Yesus Kristus “sebab tubuh dan darah Kristus
hadir karena “ perubahan seluruh
substansi roti menjadi tubuh dan substansi anggur menjadi darah, sedang yang
tinggal hanyalah roti dan anggur , ialah perubahan yang oleh Gereja Katolik
dengan tepat disebut trans-substansiatio.”
(DS 1651-2)
Konsili
Vatikan II sedikit banyak melengkapi keterbatasan rumusan Konsili Terente ini , ajaran Konsili Vatikan
II berbunyi : “ Dalam
perjamuan terakhir, pada malam Ia diserahkan, pemnyelamat kita mengadakan kurban ekaristi tubuh dan darahNya , untuk
melangsungkan korban salib selama peredaran abad sampai Ia datang kembali.
Dengan demikian Ia mempercayakan kepada Gereja mempelaiNya yang tercinta , pengenangan akan wafat dan kebangkitanNya. ( SC 47 ).
Oleh
karena itu Konsili Vatikan II memeliki pengertian yang luas tentang kehadiran
Kristus. Dengan demikian perayaan ekaristi merupakan pegungkapan iman
gereja , bukan pegungkapan iman satu orang saja. Mengambil bagian dalam
perayaan sama dengan partisipasi dalam jemaat. Ekaristi melambangkan serta
memperbuahkan kesatuan Gereja.[7]
2. Sakramen Imamat
Ekarisiti merupakan puncak dan
pusat seluruh kehidupan sakramenta-liturgis Gereja. Maka pemimpin sakramen
Ekaristi bukanlah orang “áwam” biasa melainkan orang itu diangkat secara khusus
oleh Allah dalam rupa tahbisan suci. Imamat atau Pentahbisan adalah sakramen
yang dengannya seseorang dijadikan uskup, imam, atau diakon, sehingga penerima
sakramen ini dibaktikan sebagai citra Kristus. penumpangan tangan merupakan
tanda berkat , dan mungkin juga penyerahan kuasa ( bdk Kis 20:28
;1Tim 4:14; 2Tim 1:16). Sejak itu inti pokok upacara Penthabisan ialah
penumpangan tangan disertai doa ysng dalam tahbisan berbunyi “berikanlah kami mohon, Bapa yang Mahakuasa kepada hambaMU ini martabat imamat
; perbaruilahg dalam hati mereka Roh kekudusam ; semoga mereka diberi tugas
derajat kedua , yang diterima daripadaMu, ya Allah, dan mengajarkan kewajiban
mora dengan teladan hidup mereka.” Dengan demikian, terungkap bahwa mereka
sungguh menjadi imam. Menurut Paulus
Budi Kleden, SVD ( 2003 : 92 ) “Pentahbisan seseorang menjadi uskup menganugerahkan
kegenapan sakramen Imamat baginya, menjadikannya anggota badan penerus
(pengganti) para rasul, dan memberi dia misi untuk mengajar, menguduskan, dan
menuntun, disertai kepedulian dari semua Gereja. Pentahbisan seseorang menjadi
imam mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Kepala Gereja dan Imam Agung,
serta menganugerahkan baginya kuasa, sebagai asisten uskup yang bersangkutan,
untuk merayakan sakramen-sakramen dan kegiatan-kegiatan liturgis lainnya,
teristimewa Ekaristi. Pentahbisan seseorang menjadi diakon mengkonfigurasinya
menjadi Kristus selaku Hamba semua orang, menempatkan dia pada tugas pelayanan
uskup yang bersangkutan, khususnya pada kegiatan Gereja dalam mengamalkan
cinta-kasih Kristiani terhadap kaum papa dan dalam memberitakan firman Allah. “Orang-orang yang berkeinginan menjadi imam dituntut
oleh Hukum Kanonik (Kanon 1032 dalam
Kitab Hukum Kanonik) untuk menjalani suatu program seminari
yang selain berisi studi filsafat dan teologi sampai lulus, juga mencakup suatu
program formasi yang meliputi pengarahan rohani, berbagai retreat, pengalaman
apostolat (semacam Kuliah Kerja Nyata), dst. Proses pendidikan sebagai
persiapan untuk pentahbisan sebagai diakon permanen diatur oleh Konferensi Wali
Gereja terkait.
A. Pandangan Umum Tentang Imamat.
Anggapan
Umum thabisan imam sudah berarti kepenuhan imamat , berhubungan dengan
pandangan yang melihat tugas imam melulu daplam kaitan dengan Ekarisiti (dan
Sakramen Tobat). Seorang imam dipandang sebagai orang yang diberi kuasa
mengubah roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus dan mengampuni dosa.
Pandangan salah ini mempunyai dasar dalam Konsili Terente, yang menegaskan
tugas sacramental imam dalam jawabannya terhadap ajaran Protestan. Oleh karena
Terente hanya mau menanggapi ajaran Reformasi, maka juga hanya menyebut hal-hal
yang dipersoalkan dalam Reformasi. Ajaran Terente tidak lengkap oleh karena itu
Konsili Vatikan II melengkapi ajaran Terente dengan mengajarkan bahwa tugas
pokok seorang uskup dan imam adalah kepemimpinan.Tugas itu kemudian dijabarkan
menjadi tiga tugas khusus. Yang pertama tugas pewartaan, selanjutnya bidang
Sakramen, dan akhirnya seluruh kehidupan jemaat.
B. Imam Sebagai Pembantu Uskup
Dalam ajaran Konsili Vatikan II
tahbisan uskup diterimakan kepenuhan sakramen Imamat, yakni yang disebut imam
tertinggi, keseluruhan pelayanan suci. (LG 21). Kepenuhan imamat diberikan
dengan thabisan uskup bukan thabisan imamat. Uskup pada zaman sekarang jarang
tampil didepan umat. Ini berhubungan dengan “ukuran” keuskupan. Pada zaman
dahulu seorang uskup disebut sebagai “ pastor kepala” dan para imam sebagai “
pastor pembantu”. Namun setelah Konsili Vatikan II, konsep ini dihilangkan dari
tengah umat. Para imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pemabantu arif
bagi bagi badan para uskup. Tugas konkret mereka sama seperti uskup: “ Imam
dithabiskan untuk mewartakan injil, menggembalakan umat beriman , dan unutk
merayakan ibadat Ilahi.”( LG 28). Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK kan. 495)
dikatakan bahwa : “ semua imam
adalah pembantu Uskup dan mengambil bagian dalam tugas membangun jemaat. Tetapi
tugas membantu uskup dalam kepemimpinan keuskupan secara khusus dipercayakan
kepada dewan imam yang merupakan suatu senat uskup sekaligus mawakili para imam
dalam suatu keuskupan.” Secara umum para uskup mempunyai
dua macam pemabantu : pembantu umum (
disebut imam) dan pembantu khusus (
Diakon). Dengan adanya diakon maka, organisasi gereja sekarang semua tugas bisa
dilakukan oleh imam dan awam. Awam terlibat dalam gereja sebagai
pembantu imam dalam berbagai pelayanan liturgi. Banyak tugas dilakukan oleh
awam yang tidak tertahbis.
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa hakekat dasar dari Sakramen Imamat dan Ekaristi
merupakan sakramen yang sangat erat hubungannya, Kristus hadir di dunia sabgai
Nabi, Imam , dan Raja. Ingat bahwa Kristus yang adalah Imam itulah yang dapat
menyucikan Sakramen Ekaristi itu. Sakramen Ekaristi merupakan Sakramen yang Sacral,
Maka dari kesakralannya itu diperlukan
orang –orang yg diurapi untuk meenyucikannya. Imam adalah , orang
yang oleh rahmat khusus dari Roh Kudus, menerima
Sakramen Thabisan sehingga ia menjadi serupa dengan Kristus, supaya ia melayani
Gereja sebagai alat Kristus. Tahbisan memberi kuasa kepada seseorang untuk
bertindak sebagai wakil Kristus dalam ketiga fungsinya: Imam, Raja dan Nabi. Dengan
demikian sakramen Ekaristi menjadi suci karena
kuasa thabisan itu. Sebab oleh kuasa tahbisannya itu,
telah diberi kuasa oleh Kristus untuk mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh
dan Darah-Nya, oleh kuasa Roh Kudus, melalui perkataan Sabda-Nya, dalam
konsekrasi.
D. Bagaimana dapat Memberikan dan
Menerimakan Sakramen Imamat
1. Siapa
Dapat Memberi Sakramen Tahbisan ?
Kristus telah memberi para Rasul
dan memberi mereka bagaian dalam perutusan dan kekuasaanNya. “ Ditinggikan
di sebelah kanan Bapa , Ia tidak meninggalkan kawananNya, tetapi selalu
menjaganya dengan perantaraan para Rasul dan memimpinnya dengan perantaraan
gembala-gembala yang sekarang melanjutkan karyaNya.” ( Bdk. MR Prefasi Para
Rasul)[8].
Jadi Kristuslah yang memberi tugas rasul dan tugas gembala melalui perantaraan
para Uskup.
Sakramen Tahbisan diidentikan dengan Sakramen
Pelayanan Apostolik , maka para uskup
berwenang sebagai pengganti para Rasul, melanjutkan “ anugerah rohani” atau :
benih rasuli” yang diberikan oleh Yesus
sendiri. Para uskup yang telah ditahbiskan secara sah, adalah pemberi yang sah
unutk jenjang Sakramen tahbisan itu. Dengan demikian Pelayan sakramen Imamat atau
tahbisan adalah para Uskup yang telah ditahbiskan secara sah, artinya yang ada
dalam suksesi apostolik.
2. Siapa Dapat Menerima Sakramen Tahbisan ?
Menurut
Kitab Hukum Kanonik, hanya pria yang sudah dibaptis yang dapa menerima Rahmat
Thabisan secara sah (Kan 1024). Mengapa
harus pria? dan bukan wanita ? Yesus
telah memilih pria-pria untuk membentuk kelompok keduabelas Rasul (bdk. Mrk
3:14-19; Luk 6:12-16), dan para Rasulpun melakukan hal yang sama ketika mereka
memilih rekan kerja (bdk. 1 Tim 3:1-13; 2 Tim 1:6; Tit 1:5-9), yang akan
menggantikan mereka dalam tugasnya. Dewan para Uskup yang dengannya para Imam
bersatu dalam imamat, menghadirkan dewan keduabelas Rasul sampai Kristus kembali.
Gereja menganggap diri terikat pada pilihan ini, yang telah dilakukan Tuhan
sendiri.
Menurut katekismus Gereja Katolik dan dokumen-dokumen resmi Gereja lainnya, argumentasi
pokok melawan tahbisan wanita adalah praktek Yesus sendiri dan para Rasul.
Yesus hanya memilih pria untuk menjadi imam, dan para Rasul juga melakukan hal
yang sama ketika memilih para pembantu dan pengganti dalam pelayanan imamat dan
rasuli. Argumentasi baru-baru ini bahwa
imam adalah gambaran Kristus Mempelai Pria. Olek Karena hanya laki-laki
yang dapat menjadi mempelai pria maka
hanya pria yang bisa jadi imam. Menurut
argumentasi ini, tertutupnya wanita menjadi imam berlaku sejak permulaan. Tidak
ada bukti dalam seluruh ajaran Gereja bahwa wanita pernah dithabiskan menjadi
imam. Paus Yohanes
Paulus II sangat menaruh perhatian akan tertutupnya kemungkinan wanita menjadi
imam. Dalam surat Apostolik tertanggal 30 Mei 1994, paus menerangkan bahwa “
Gereja tidak mempunyai wewenang apapun
untuk memberikan tahbisan kepada wanita dan bahwa keputusan ini
hendaknya dipegang oleh semua umat beriman”.
Ia menulis bahwa tertutupnya wanita
menerima tahbisan imamat bukan hanya masalah peraturan pastoral yang dapat
diubah. Ini berakar pada praktek Kristus sendiri, yang tidak menbishkan wanita
menjadi imam, bahkan ibuNya sendiripun tidak.
Kritik yang paling tajam mengenai
tertutupnya kemungkinan wanita menjadi imam dayang dari teolog Yesuit Karl
Rahner ( tahun 1984). Dalam satu bab bukunya concern for the church ( New York : Crossoard. 1981) yang ditulis
untuk menanggapi Deklarasi dari
Kongeregasi Imam Vatikan, Rahrer menulis argument pokok Vatikan melawan
thabisan wanita yaitu karena Kristus dan para Rasul tidak menahbiskan wanita.
[1]
Adolf Heuken SJ , Katekismus Konsili Vatikan II ( Cetakan IV
,Cipta Loka caraka, 1999),pp.132-134
[3] Gerald O’Collins SJ , Edward G.
Farrugia SJ, Kamus Teologi (
Kanisius, 1996),p.283.
[4] Michael J.Schulteis SJ dkk, Pokok-Pokok Ajaran Sosial Gereja (
Kanisius : 1987)p.35
[5] http//: www. Kristiani.com
[6]
KWI, Iman Katolik ( Kanisius dan Obor , 1996),p.402
[7]
KWI. Op.Cit,p297