Peran
Pendidikan Teologi terhadap Budaya Perkawinan Masyarakat Ambon
Yohanes
Arlindo Fahik
I.
Pendahuluan
Manusia
hidup dalam lingkup kebudayaan, sehingga secara tidak langsung kebudayaan
berperan dalam hidup manusia. Setiap pribadi manusia (tingakah laku)
mencerminkan kebudayaannya tersendiri, karena manusia dibentuk oleh kebudayaan. Kebudayaan adalah suatu
‘totalitas aktivitas’.[1] Kebudayaan
berperan dalam kehidupan sehari-hari dan salah satu aktivitas manusia yang
melibatkan kebudayaan adalah perkawinan. Oleh karena itu, perkawinan merupakan
budaya masyarakat yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota masyarakat dalam
kebudayaannya. Setiap kebudayaan mengatur sistem perkawinannya masing-masing, semakin
banyak kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat, sistem perkawinannya pun akan
berbeda-beda, dan masing-masing memiliki aspek nilai yang harus ditaati dan
dipelajari oleh masyarakat.
Dewasa
ini, perubahan terjadi dalam kebudayaan masyarakat. Hal ini karena, sistem-sistem
‘religi’[2] yang
dianut oleh masyarakat dalam kebudayaannya telah dipengaruhi oleh kehadiran ‘agama’[3] yang
secara gamblang diajarkan kepada masyarakat. Untuk itu, agama juga telah
berperan dalam kehidupan masyarakat dan turut mempengaruhi sistem kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat tersebut. Agama menjadi suatu realita hidup yang dianut
sekaligus diterima dalam aktivitas masyarakat sehari-hari.
Pembicaraan
mengenai agama, tidak terlepas dari bidang ilmu yang mempelajarinya dan salah satu
bidang khusus yang mempelajari tentang ilmu agama adalah teologi. Teologi merupakan
pengetahuan adikodrati yang metodis sitematis, dan koheren tentang apa yang diimani
sebagai wahyu Allah.[4] Kehadiran teologi di sini, untuk menjelaskan kepada
masyarakat bagaimana agama itu dipelajari dan diterapkan untuk kehidupan, karena
agama itu sendiri menyangkut segala sasuatu yang berkaitan dengan iman akan Tuhan. Namun, yang menjadi kekhawitiran sekaligus pertanyaan
yang kadang-kadang muncul dari pikiran kita adalah bilamana masyarakat melibatkan
agama dalam kehidupan mereka? Pentingkah agama berperan dalam hidup masyarakat?
Lalu, apa pandangan agama (teologi) itu sendiri mengenai perkawinan? Dari
pertanyaan tersebut penulis terdorong untuk menuliskan karya tulis ini dengan
topik “Peran Pendidikan Teologi Terhadap Budaya Perkawinan Dalam Masyarakat
Ambon”. Dalam tulisan ini, saya ingin mengemumkakan kepada pemabaca sejauh mana
masyarakat Ambon melibatkan agama (pendidikan teologi) dalam kebudayaan mereka,
terkhusus dalam budaya perkawinan. Tema dalam tulisan ini menarik untuk
dibahas, karena penduduk kepulauan Ambon
semuanya adalah para pendatang yang berasal dari berbagai suku atau daerah yang
sebagian besar mereka datang dari pulau ‘Seram’.[5] Mereka yang berasal dari pulau Seram ini,
kebanyakan datang dari Selatan bagian tengah dan Barat yaitu, daerah tiga buah
aliran sungai Eti, Tala dan Sapalewa, sungai-sungai yang berhulu atau bersumber
pada sebuah pohon bringin besar bernama Nunusaku.[6] Masyarakat
yang menempati suatu daerah datang dari berbagai suku seperti ini, bagaimana
bentuk kebudayaan mereka? Atas dasar argumen itulah saya mencoba menuliskan
makalah ini. Pada awal tulisan, saya memulainya
dengan pendahuluan yang berisi pengantar dari penulis dan juga sedikit
pengantar mengenai situasi sosial-budaya masyarakat Ambon. Lalu isi, saya sekedar
ingin mengahantarkan para pembaca untuk mengetahui tentang peran pendidikan
teologi dalam budaya perkawinan Ambon. Penulis ingin memperlihatkan pentingnya
kehadiran agama dalam keanekaragaman suku yang disatukan menjadi budaya tersebut. Selanjutnya bagian terakhir merupakan penutup
yang berisi kesimpulan terhadap pembahasan dalam paper ini.
II.
Latar
Belakang Masyarakat Ambon
Sebagai masyarakat yang
hidup, pasti memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda. Ambon adalah salah
satu himpunan masyarakat yang memiliki keragaman kebudayaan, namun dipandang dari
segi positif perbedaan bukanlah suatu agen yang menghantarkan masyarakat menuju
perseteruan atau permusahan, melainkan dalam perbedaan itu, bisa dilihat
kesamaannya untuk kemudian bisa disatukan menjadi satu kesatuan yang disebut
sebagai kebudayaan. Dengan demikian, suatu budaya terbentuk karena adanya kesamaan
yang ditemukan dalam masyarakat. Ambon adalah salah satu kepulauan yang ada di
Maluku atau provinsi Maluku. Secara geografis pulau Ambon memiliki beberapa
pulau kecil di sekitarnya. Paling Barat dan arah ke Timur adapulau Haruku, pulau Sapurua dan yang
paling Timur pulau Nasulaut. Oleh karena dikelilingi oleh pulau-pulau tersebut,
pulau Ambon dikenal sebagai pulau terbesar di kepalauan Maluku, pulau Ambon memiliki
luas 761 km2 sedangkan pulau-pulau lain luasnya kurang dari luas
pualu Ambon yakni pulau Haruku 289 km2 dan pulau Saparua dan
Nusalaut 202km2.[7] Berdasarkan uraian di
atas, walaupun masyarakat Ambon memiliki beberapa pulau yang mengelilinginya, namun
sebagai makhluk sosial manusia hidup tidak dalam kesendirian. Setiap manusia
hidup berkelompok (kolektif), sehingga dari kelompok-kelompok tersebut
terbentuklah suku-suku atau clan-clan yang
didasarkan pada keturunan maupun kesatuan wilayah tempat tinggal atapun kesamaan
kelompok dalam keluarga. Secara kekeluargaan, masyarakat Ambon menganut sistem
kekeluargaan menurut garis kebapaan atau Peternal
atau patrilineal. Dalam sistem
ini, segala sesuatu yang berkaitan dengan keluarga ditentukan oleh kerabat
bapa.Pemberian marga kepada anak-anak (laki-laki dan perempuan) yang dilahirkan
atau seketurunan, harus sesuai dengan marga yang dimiliki oleh bapa. Berkaitan dengan
kerturunan, kehadiran anak laki-laki dalam keluarga patrilineal sangat disenangi dalam keluarga, dibanding anak
perempuan, sebab anak laki-laki menjadi penentu kelanjutan keturunan atau
generasi. Dengan demikaian, kehadiran anak laki-laki sangat didambakan,
sedangkan anak perempuan untuk orang lain atau pelanjut keturunan pihak lain
itu.[8] Akan tetapi, ada bebarapa syarat yang harus
ditanggung oleh pihak laki-laki, misalnya suatu ketika laki-laki (suami)
tersebut didapati menyeleweng kawin dengan perempuan lain, maka pria tersebut
harus membayar harta cerai kepada istrinya sebesar ‘harta’[9] semula.
Hal ini karean, perbuatan suami tersebut secara langsung telah merugikan sanak
saudara istrinya dan akan dituntut hingga pembayaran selesai. Mengenai sistem religi yang terdapat dalam
masyarakat Ambon bahwa, sebagian besar penduduk memeluk agama Kristen dan Islam.
Agama lain seperti agama Hindu dan agama Budha, dianut di kalangan para
penduduk yang berasal dari luar kota Ambon. Selain itu masih ada sebagian kecil
masyarakat ambon yang tinggal di daerah pedalaman atau suku-suku terasing masih
memeluk kepercayaan tradisional mereka, yaitu ‘Animisme’.[10] Namun
hal tersebut tidak berpengaruh bagi sistem kepercayaan mereka. Di bidang perkawinan
hal ini tanpak jelas bahwa upacara tradisional dan agama berjalan bersama-sama
serta saling mengisi satu sama yang lain. Dengan demikian kepercayaan
tradisional masyarakat Ambon hingga saat ini, masih tetap dipertahankan. Ziwar Effendi mengatakan bahwa,
“Untuk kelompok yang masih
berkepercayaan animisme adat memegang peranan utama. Di desa-desa atau wilayah-wilayah yang beragama Islam
perkawinan biasanya diikuti dengan upacara pembacaan doa atau doa dan
dilanjutkan dengan pesta pora dan lain-lain. Sedangkan pengesahan perkawinan
untuk yang beragama Kristen selain pengesahannya oleh pemerintah, pengukuhannya
berlangsung di Gereja” [11]
Telah
dijelaskan di bagian awal, bahwa dalam situasi seperti ini, pendidikan agama
atau teologi masih sangat diperlukan untuk kehidupan mereka, sebab, dari latar belakang suku yang berbeda
ini, agama diperlukan untuk menyatukan sekaligus menjadi panutan. Hal ini
karena, agama berkaitan dengan iman
kepada Tuhan, yang berarti mengundang Tuhan untuk hadir dalam kehidupan sehari-hari.
Kehadiran Tuhan di sini, bukan sebagai
orang asing atau orang tamu yang dinomor duakan, melainkan kehadiran Tuhan
dijadikan sebagai teladan atau panutan untuk membantu manusia menyelesaikan
masalah kemanusiaan yang sering terjadi tersebut. Allah adalah pencipta satu-satunya
dari manusia dan dunia, maka sebagai pencipta ia telah mengetahui apa yang
diperlukan oleh manusia, oleh karena itu Allah selalu berada di tengah-dunia
manusia. Dalam tatacara perkawinanpun Allah harus selalu hadir sebagai
pemersatu dan pelindung rumah tangga keluarga, sehingga keluarga itu berjalan
dengan damai dan sejahtera. Berkaitan
dengan adat perkawinan, bahwa dalam
masyarakat Ambon perkawinan dinilai sebagai urusan dari dua kelompok
kekerabatan, yaitu matarumah dana family.[12] Kedua kelompok tersebutlah yang
menentukan fungsi penyelenggaraan dari perkawinan itu. Perkawinan dapat terjadi
apabila syarat mutlak dalam perkawinan telah dipenuhi oleh laki-laki dan
perempuan. Misalnya kemantangan biologis, kematangan jiwa, dan memahami arti
perkawinan yang sesungguhnya berdasarkan ajaran agama dana adat. Di dalam
masyarakat Ambon, apabila seorang gadis yang menginginkan untuk kawin, ia harus
mampu memarut seratus butir buah kelapa dalam sehari untuk dimasak menjadi
minyak.[13] Perkawinan
dalam masyarakat Ambon sifatnya ‘exogami’, hal ini berdasarkan pada sistem
kekeluargaan patrilinear, yang dimana
pihak perempuan harus keluar dari kerabatnya dan bersatu dengan laki-laki.
Mereka mengenal tiga macam cara perkawinan, yaitu kawin minta atau kawin
pinang, kawin sumbah, dan kawin lari. Kawin
minta atau kawin pinang terjadi apabila
seorang laki-laki yang ingin berumah tangga, (gadis dan pria sebelumnya sudah
berpacaran), Orang tua dari pihak laki-laki mengirimkan utusan meminta
kesediaan keluarga wanita untuk menerima kunjungan laki-laki pada hari yang
ditentukan. Biasanya, setelah pihak wanita menyetujui kunjungan laki-laki, hari
kunjungan laki-laiki tersebut ditentukan oleh pihak perempuan. Mengenai kawin sambah, jenis perkawinan ini menurut
pandangan orang Ambon adalah kawin tipu muslihat, sebab bentuk perkawinan ini
terjadi tanpa sepengetahuan ikatan keluarga laki-laki, dan pelakasanaan
perkawinan ditanggung sepenuhnya oleh orang tua gadis.[14] Bentuk
perkawinan seperti ini menurut saya, terjadi karena adanya kesalahan yang
dilakukan oleh laki-laki atau perempuan, dan kemungikinan masalah itu dirasa
berat, lalu tidak ingin memperpanjang masalah, maka cara inilah yang mereka
gunakan. Kemudian yang terjadi adalah mereka (pihak perempuan) tidak
memberitahukan kepada pihak laki-laki, karena kemungkinan masalah tersebut akan
diperpanjang dan menunut tanggungjawab yang lebih besar. Berkaitan dengan Kawin lari, sistem perkawinan ini dikatakan bahwa yang palinglazim
terjadi.Mengapa? Hal ini disebabkan karena orang Ambon umumnya lebih suka
menempuh jalan pendek, dengan maksud untuk menghindari prosedur perundingan dan
upacara.Jenis perkawinan inisebenarnya dipandang kurang baik dan kurang
diinginkan oleh keluarga perempuan. Namun di lain pihak, perkawinan ini terjadi
karena atas permintaan orangtua gadis dengan maksud supaya menyingkat waktu dan
mengurangi biaya yang harus dikeluarkan
dalam kawin pinang.[15] Persoalan
mengenai masalah tidak senang atau senang dari pihak perempuan, mungkin
dipertimbangkan dari situasi yang ada.
III. Perkawinan dalam Perspektif Pendidikan
Teologi Kristiani
Perkawinan merupakan hakikat dasar yang sudah ada dalam
diri manusia sejak manusia diciptakan karena pada dasarnya manusia diciptakan
untuk saling melengkapi antara laki-laki dan perempuan (bdk. Kejadian 1____2). Kitab
kejadian menjelaskan bahwa, wanita diciptakan untuk pria yang memerlukan
seseorang untuk melengkapinya. Artinya, Wanita diciptakan supaya membentuk
pasangan pria dan wanita sebagai citra Allah. Ajaran
resmi Gereja Katolik mengenai perkawinan mengambil dasar dari Kitab Suci. Oleh
karean itu, dari ajaran Gereja yang didasarkan dalam kitab suci mengatakan
bahwa, Allah menciptakan laki-laki dan perempuan “menurut gambar-Nya”. Laki-laki
dan perempuan ini kemudian diberkati Allah. Pemberkatan oleh ini, sebagai bukti
yang sebetulnya mau menjelaskan bahwa seorang laki-laki dan perempuan yang “diberkati” Allah, kiranya memberi kesan keduanya
“dinikahkan” oleh Allah.[16] Menurut saya, pemberkatan seorang laki-laki
dan perempuan oleh Allah ini, memang dapat diartikan “pemberkatan nikah” karena
mereka yang telah diberkti itu kemudian diberi tugas oleh Allah seperti:
“bernak cuculah”, dan “penuhilah
bumi” (bdk. Kej 1: 28). Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa hakikat perkawinan adalah persatuan seorang laki-laki
dan perempuan,yang diberkati oleh Allah sendiri, dan diberi tugas bersama
oleh-Nya untuk meneruskan generasi manusia serta memelihara dunia. Dengan
pandangan Alkitab juga, St. Agustinus memandang perkawinan sebagai yang hal
yang luhur dan baik, karena di dalamnya terdapat tiga hal kebaikan, yakni
keturunan, kesetiaan, (tak terceraikannya perkawinan) dan rahmat sakramentalitas.[17] Dari pandangan St. Agustinus ini dilihat
bahwa, perkawinan bukanlah sesuatu yang direndahkan oleh manusia bigitu saja,
perkawinan harus dilihat sebagai sarana yang baik untuk mencapai kepada Allah. Allah
menggunakan perkawinan untuk menyalurkan cinta-Nya kepada manusia melalui cinta
kasih mereka dalam perkawinan tersebut.Oleh karena itu, hargailah kebaikan
Allah itu, sebagai tanda terima kasih kepada-Nya. Perkawinan seharusnya dilihat sebagai hadiah dari Tuhan, dimana
perkawina telah diberkatai oleh Tuhan sendiri serta dianugerahi cinta kasih
yang sifantnya adalah ilhai, karena dari yang Ilahai. Perlu diketahui bahwa
perkawinan tidak mudah diperjuangkan.Selain St. Agustinus, para Bapa Gereja
yang lain mencoba menegaskan tentang martabat perkawinan, dan sekaligus
menegaskanajaran Yesus mengenai
keluhuran hidup tidak menikah demi kerajaan Allah. Mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, para Bapa Gereja menjelaskan kembali
keluhuran perkawinan sebagai lambang cinta antara Kristus dam Gereja-nya. Hal ini
tampak dalam ajaran Origenes yang
memandang perkawinan sebagai “ lambang” suami-istri mengambil bagian dalam
hubungan antara cinta Kristus terhadap Gereja.
IV. Peran Pendidikan
Teologi terhadap Budaya Perkawinan Masyarakat Ambon
Dewasa ini, pendidikan teologi sangat
diperlukan oleh masyarakat ‘awam’. Pendidikan yang baik dan benar menjadi
harapan mereka saat ini.Peran pendidikan teologi dalam kehidupan masyarakat
bukan hanya berperan di dalam bidang Agama, melainkan juga dalam bidang-bidang
kehidupan lainnya, seperti di bidang sosial.budaya dan lain-lain. Seperti halnya
dalam masyarakat Ambon, pendidikan teologi sangat penting bagi kebudyaan
mereka.Pendidikan teologi berperan sebagai mediator yang membawa masyarakat
mengenal Allah, dan memasukan Allah kedalam hidup budaya mereka.sebab secara
teologis, Allah sendirilah yang menderikan perkawinan dan menganugerahkan
berbagai rahmat dan tujuan kepadanya. Dengan adanya teologi, masyarakat
menyadari bahwa Allah yang hadir itu menghadirkan cinta kasih yang tulus dalam
rumah tangga perkawinan mereka. Oleh karena itu, kepercayaan-kepercayaan
tradisional yang masih dianut sampai sekarang, sedikit demi sedikit akan
dipengaruhi oleh pengajaran teologi.
Berdasarkan teori v. Peursen, bahwa setiap
kebudayaan selalu berada dalam ketegangan an yang antara sikap terbuka dan tertutup oleh
manusia.[18]
Maksudnya, manusia cendrung selalu ada dalam situasi di mana tidak menyadari
hal-hal yang ada dalam dirinya maupun di luar dirinya, sehingga cendrung
memutlakan apa yang seharusnya terjadi, dan mempertahankan apa yang sebetulnnya
memeliki sifat yang sementara. Oleh karena itu, pendidikan teologi yang
mengajarkan tentang iman akan Allah, hendak menjelaskan bahwa Allah berhadapan
dengan manusia sebagai pencipta-Nya, dan pada kesadaran akan dosa yang telah
menutupi mata, harusnya kembali terbuka untuk memandang lebih jauh ke arah yang
lebih baik. Dari pemahaman teori v Peursen ini, kiranya teologi berperan
sebagai pengungkap tabir ketertutupan manusia, dan pembuka
V. Penutup
Perkawinan
merupakan hak setiap laki-laki dan perempuan. Selain perkawinan sebagai budaya,
perkawinan juga sebagai panggilan Tuhan untuk setiap orang. Oleh karena itu perkawinan
harus dilindungi dan dijaga, karena sebagai
panggilan Allah. Cara untuk menjaga perkawinan adalah, setiap orang harus
mempelajari dan mengerti tentang budayanya dan yang paling prnting adalah
ajaran agamanya. Setiap orang harus menyadari peran pendidikan agama (teologi)
dalam kehidupanya, sehingga apapun yang dilakukannya memiliki nilai yang dapat
dipertanggungjawabkan. Masyarakat
Ambon, memandang perkawinan sebagai budaya, mereka juga mengahayati perkawinan
sebagai pasangan yang diberkati Tuhan. Orang-orang Ambon memiliki jenis
perkawinan yang berbeda-beda, namun semuanya diatur dalam adat, dan harus
sesuai dengan aturan adat. Dalam situasi seperti itu mereka memerlukan peran
agama (teologi) karena sebagai manusia, pasti ada kesalahan-kesalahan manusiawi
yang terjadi. Allah dibutuhkan sebagai penopang dan penolong dalam
menyelesaikan masalaha setiap hari. Mengahadirkan Allah dalam hidup berarti menghormati
Allah sebagai yang terutama atau yang paling terhormat, karena secara tidak
langsung berdasarkan pendidikan teologi, Tuhan telah hadir dalam hidup manusia
sebelum manusia memanggilnya. Artinya, Tuhan yang sebagai pencipta, telah
mengetahui semuanya tentang manusia, sehingga sebagai manusia harusnya
menyadari kehadiran Tuhan sebagai tuan atas dirinya.
Daftar Pustaka
Daftar
Sumber
A.Heuken. Ensiklopedi Gereja III. Jakarta: Yayasan
Cipta Loka Karya, 1993.
Effendi, Ziwar. Hukum Adat Ambon-Lease. Jakarta: Pradnya
Paramita, 1987.
Kleden, Paul
Budi. Teologi Terlibat : Politik dan
Budaya dalam Terang Teologi Maumere : Ledelero, 2003.
Tobing, Nelly
ed. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah
Maluku. Jakarta : Balai Pustaka, 1977.
Daftar Acuan
Dister, Nico
Syukur, Pengantar Teologi.
Yogyakarta: Kanisius, 1990.
` [1] Aktivitas menyangkut karya-karya seni yang
pernah dihasilkan atau tarian yang peragakan untuk mengundang kekaguman.sedangkan totalitas ini dapat
dilihat dari tiga aspek dasar : aspek pengetahuan atau kognitif, aspek nilai
atau etis dan aspek tindakan atau praktis. Dikutip dari Paul Budi Kleden, SVD, Teologi Terlibat : Politik dan Budaya dalam
Terang Teologi , (Maumere : Ledelero, 2003) , 5.
[2] Religi yang saya maksudkan adalah
epercayaan-kepercayaan tradisional yang dianut oleh masyarakat lokal dalam
suatu kebudayaan.
[3] Agama adalah ajaran atau
sistem yang mengatur tata keimanan dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa . dikutip dari KBBI dan Agama yang diangkat
dalam tulisan ini adalah Agama Kristiani
[4] Nico Syukur Dister. OFM, Pengantar Teologi. (Yogyakarta: Kanisius, 1990) , 17.
[5] Seram adalah pulau terbesar di selatan
provinsi Maluku. Menurut kepercayaan setempat, Seram adalah Nusa
Ina atau ibu pulau dimana semua orang Maluku Tengah datang dari pulau
tersebut. Pulau ini bergunung dan mencakup 3027m Gunung Binaya, gunung
tertinggi di semua Maluku. Hingga saat ini pulau Seram memeliki daya tarik para turis asing untuk berkunjung
ke sana, karean di pantai utara terdapat
desa Sawai yang indah dan memiliki tebing-tebing yang menjulang tinggi, dan
pulau-pulau lepas pantai yang menarik. Dikutip dari (http://www.east-indonesia.info/regions/maluku-travel-information-seram.html) di akses pada tanggal 6 November 2014, Jam 11: 45)
[6] Ziwar Effendi, S.H., Hukum Adat Ambon-Lease. (Jakarta: Pradnya Paramita, 1987), 11.
[7] (Ziwar,Hukum Adat, 1)
[8] Nelly Tobing. ed. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Maluku
( Jakarta : Balai Pustaka, 1977), 153.
[9] Harta tersebut harus di
bayar dalam jangka waktu tertentu pula. Tetapi pada waktu sekarang proses
pembayaran, dapat ditunda asal saja dibayar. Sebab harta yang diberikan bukan hanya sebagai harta cerai, melainkan nilainya
sebagai tanda cerai. (Nelly Tobing. ed. Adat,
59)
[10] Animismemerupakan kepercayaan akan roh-roh nenek moyang yang
telah meninggal dunia ataupun roh-roh yang diyakini memiliki kekuataan yang
dapat membantu masyarakat. (Nelly Tobing. ed. Adat , 30-31)
[14] (Nelly, 1977, 109)
[16] A Heuken, SJ, Ensiklopedi Gereja III (
Jakarta: Yayasan Cipta Loka Karya, 1993), 373
[18](Paul Kleden, Teologi, 27)